Menlu Iran Serukan Hindari Negosiasi Langsung dengan AS

TEHERAN, – Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, pada hari Minggu (6/4/2025) mengklaim penentangan mereka terhadap pembicaraan langsung dengan Amerika Serikat (AS). Meski demikian, hal ini berlawanan dengan pendirian Presiden AS Donald Trump yang telah mendukung pertemuan langsung antara pihaknya dan Tehran.

Trump baru-baru ini mengajukan tawaran untuk melakukan negosiasi langsung dengan Iran, tetapi dia juga memperingatkan bahwa Amerika Serikat siap meluncurkan serangan ke Iran apabila upaya diplomatik tidak berhasil.

Pada hari Kamis (3/4/2025), Trump mengulangi bahwa pembicaraan langsung akan lebih produktif, sebab hal itu mempermudah tercapainya pengertian yang mendalam di antara kedua belah pihak.

"Saya rasa hal tersebut akan lebih efisien, dan Anda dapat lebih baik memahami orang lain daripada ketika menggunakan perantara," ujar Trump, sebagaimana dilaporkan oleh Kantor Berita AFP.

Araghchi, bagaimanapun, secara tegas merespons hal itu. Dia menyatakan, "Negosiasi langsung tak akan bermakna dengan pihak yang selalu mengancam kekerasan yang bertentangan dengan Piagam PBB serta memiliki perbedaan pendapat di antara para petinggi mereka."

"Iran tetap bertahan dengan pendekatan diplomatik dan bersedia menguji jalan negosiasi tak langsung," tegas Menteri Luar Negeri Iran seperti yang termuat dalam pernyataan Kementerian Luar Negeri Iran.

Araghchi pun menekankan bahwa walaupun Iran sungguh-sungguh dalam urusan diplomatik, negeri tersebut juga bakal tetap kukuh dalam melindungi kepentingan serta kemerdekaannya.

"Iran tetap menyiapkan dirinya untuk semua skenario, termasuk di bidang diplomatik dan pertahanan," katanya.

Pada hari Sabtu, 5 April 2025, Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, mengumumkan bahwa Iran bersedia berpartisipasi dalam pembicaraan dengan Amerika Serikat dengan posisi yang sama rata atau sejajar.

Dia ragu-ragu tentang kejujuran AS dalam mendorong pembicaraan, bertanya-tanya, "Kalau mau bernegosiasi, kenapa harus ada ancaman?"

Selama beberapa dasawarsa terakhir, negara-negara Barat, dengan Amerika Serikat di kepemimpinan mereka, sudah sering menyebut Iran mencoba untuk membangun senjata nuklir.

Iran mengingkari dakwaan itu dan menyatakan bahwa program nuklirnya hanya bertujuan sipil saja.

Pada hari Sabtu, Ketua Korps Pengawal Revolusi Islam, Hossein Salami, juga menyatakan bahwa Iran siap menghadapi ancaman perang yang mungkin terjadi.

"Kami tidak cemas terkait peperangan. Kami tak bakal jadi pemicu konflik tersebut, namun kami telah siap menemui apa pun hasilnya," ungkap Salami seperti dilansir oleh agensi berita resmi. IRNA .

Iran dan beberapa negara utama di seluruh dunia sempat menandatangani kesepakatan signifikan pada tahun 2015, yaitu Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA). Kesepakatan ini bertujuan untuk mengendalikan program senjata nuklir Iran sebagai ganti penghapusan sanksi ekonominya.

Akan tetapi, pada tahun 2018, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mencabut perjanjian tersebut dan menerapkan kembali hukuman sanksi kepada Iran. Hal ini menyebabkan Iran berkurangnya komitmen mereka terhadap perjanjian tersebut.

Pada hari Senin (7/4/2025), Ali Larijani, seorang penasehat dekat dengan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, menyampaikan peringatan bahwa walaupun Iran tidak berniat untuk membuat senjata nuklir, namun mereka mungkin terpaksa mengembangkan kekuatan tersebut sebagai respons bila dilancarkan serangan terhadap mereka.

Lebih baru Lebih lama