Revisi UU TNI: Politikus Demokrat Sebut Masa Pensiun Jenderal Tak Harus Tergantung pada Presiden

, Jakarta - Satu poin yang mencolok dalam Rancangan Perubahan Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 adalah revisi UU TNI merupakan tentang ambang umur untuk anggota tentara. Politikus dari Partai tersebut. Demokrat Andi Arief tidak setuju Batas usia untuk mencapai pangkat jenderal bintang empat.

"Masa pensiun dari pangkat bintang empat mestinya tidak bergantung pada presiden, karena hal tersebut bisa mengganggu kemerdekaan. Kekuasaan presiden memang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan bukanlah tanpa batasan," ungkap Andi lewat pesan suara untuk Tempo Pada hari Minggu, tanggal 16 Maret 2025. Andi menyebut bahwa semua peraturan tersebut melarang penambahan wewenang presiden.

Yang dinyatakan Andi ini adalah bagian dari diskusi para pemuka Partai Demokrat. Pesta politik yang diketuai Agus Harimurti Yudhoyono tersebut telah membicarakan tentang usulan perubahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia yang sedang ditelaah Dewan Perwakilan Rakyat pada hari Rabu, tanggal 12 Maret kemarin.

Pada Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang memperbarui UU Tentara Nasional Indonesia (TNI), durasi masa pensiun untuk anggota militer mungkin akan diperpanjang. Menurut Pasal 53 dari UU TNI ini, seorang prajurit harus menjalankan tugas hingga mencapai usia maksimum 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara serta tamtama.

Pemerintah menyarankan umur maksimal pensiun bagi prajurit berpangkat bawahannya adalah 56 tahun, sementara itu bintara sebanyak 57 tahun, perwira hingga mencapai pangkat letnan kolonel diberikan batasan usia 58 tahun, sedangkan untuk kolonel dibatasi pada usia 59 tahun. Untuk perwira tinggi yang memiliki satu bintang di badan seragamnya disetujui memperoleh pensiun saat mereka telah berusia 60 tahun, perwira bertaraf lebih tinggi lagi yaitu dengan dua bintang boleh pensiun ketika sudah melampaiki angka 61 tahun, serta perwira tertinggi dengan tiga bintang dapat melakukan pensiun setelah merayakan ulangtahun ke-62 mereka. Ketentuan-ketentuman tersebut dicantumkan dalam Pasal 53 ayat (2) dari DIM Revisi Undang-Undang Tentang TNI.

Prajurit yang menempati posisi fungsional diperbolehkan untuk menjalankan tugas-tugas militer hingga mencapai usia maksimal 65 tahun. Pemerintah pun mengusulkan regulasi khusus untuk perwira bertaraf empat, di mana durasi layanan mereka akan disesuaikan dengan keputusan presiden. Tambahan lagi, terdapat sejumlah perwira yang sudah memasuki batasan umur pensiun namun masih memenuhi syarat-syarat tertentu bisa dilibatkan menjadi bagian dari Perwira Komponen Cadangan atau Komcad.

Andi mengatakan bahwa perdebatan tentang meningkatan batas usia pensiun dapat berlaku untuk semua tingkatan pangkat. Biasanya, dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI), ada keahlian spesifik antara umur 56 dan 58 tahun dimana tentara tidak harus pensiun segera; seperti contohnya instruktur teroris yang mempunyai sertifikasi tersendiri.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono sebelumnya menyebut bahwa presiden berhak membatasi umur pensiun bagi perwira tinggi bintang empat di TNI apabila disesuaikan dengan anjuran pemerintah. Menurut Dave, salah satu alasan utamanya adalah karena presiden kadang-kadang memiliki chemistry dengan seorang jenderal berbintang empat menempati jabatan sebagai Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia (TNI).

"Terkadang, mungkin terdapat kondisi di mana hubungan baik antara seorang presiden dan Panglima TNI sudah terjalin, namun hal ini tak dapat diteruskan akibat pertimbangan usia," ujar Dave saat berada di kompleks DPR Senayan, Jakarta, pada hari Rabu, 12 Maret 2025.

Politikus dari Partai Golkar menambahkan bahwa undang-undang tentang TNI masih akan mencakup batasan umur maksimum untuk pensiun. Selain itu, pemanjangan masa jabatan jenderal berbintang empat dapat diperpanjang setahun sekali. "Namun hal ini juga bergantung pada presiden. Kewenangan tersebut sebenarnya tergantung pada pertimbangan presiden," ungkapnya.

Rancangan perubahan Undang-Undang Tentang TNI yang diajukan oleh DPR dan pemerintah menuai kritikan dari kelompok masyarakat sipil. Hal ini disebabkan adanya kekhawatiran bahwa hal tersebut dapat memperluas jumlah institusi sipil yang nantinya dapat dipenuhi oleh anggota militer. Selanjutnya, komisi terkait dalam Dewan Perwakilan Rakyat berencana untuk mengadakan diskusi lebih jauh tentang rancangan revisi undang-undang tersebut pada hari Senin tanggal 16 Maret 2025.

Francisca Christy Rosana dan Hammam Izuddin bersumbang dalam penyusunan artikel ini.

Lebih baru Lebih lama